Nama : Siti Alfiah
NPM: 17212041
Kelas : 4EA24
Teori
Etika Utilitarianisme dalam Bisnis dan Penerapan Utilitarianisme
1.
Pengertian Utilitarianisme
Utiliatarianisme merupakan suatu tindakan
yang dilakukan dengan meminimalkan biaya dan mamaksimalkan keuntungan.
Utilitarianisme dalam pengertian yang paling sederhana, menyatakan bahwa
tindakan atau kebijaksanaan yang secara moral benar adalah yang menghasilkan
kebahagiaan terbesar bagi warga masyarakat. “Utilitarianisme” berasal dari kata
Latin, utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut Weiss terdapat tiga konsep dasar mengenai utilitarianisme sebagai berikut :
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu membuat halterbaik untuk banyak orang yang dipengaruhi oleh tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika terdapat manfaat terbaik atas biaya – biaya yang dikeluarkan, dibandingkan manfaat dari semua kemungkinan yang pilihan yang dipertimbangkan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu secara tepat mampu memberi manfaat, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk masa depan pada setiap orang dan jika manfaat tersebut lebih besar daripada biaya dan manfaat alternatif yang ada.
Menurut Weiss terdapat tiga konsep dasar mengenai utilitarianisme sebagai berikut :
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu membuat halterbaik untuk banyak orang yang dipengaruhi oleh tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika terdapat manfaat terbaik atas biaya – biaya yang dikeluarkan, dibandingkan manfaat dari semua kemungkinan yang pilihan yang dipertimbangkan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu secara tepat mampu memberi manfaat, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk masa depan pada setiap orang dan jika manfaat tersebut lebih besar daripada biaya dan manfaat alternatif yang ada.
2. Kriteria
dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Aliran utilitarianisme
ini berakar pada ajaran tentang kegunaan atau utility, yang menyatakan, bahwa :
baik atau buruk sebuah tindakan diukur dari apakah tindakan itu menghasilkan
tingkat kesenangan atau kebahagian yang terbanyak, dengan pengorbanan yang
paling sedikit.
Istilah
utilitarianisme sebagai suatu nama aliran yang berasal dari kata latin utilis
yang berarti berguna. Aliran utilitarianisme ini terbagi antara lain aliran act
utilitarianism serta rule utilirianism yang sering diterjemahkan sebagai
‘Utilitarianisme tindakan” dan ‘Utilitarianisme peraturan’
Prinsip-
prinsip aliran utilitarianisme, menurut Jeremy Bentham (1748-1832) didasarkan
kepada dua prinsip, yaitu :
- asosiasi
(association principle) serta
- kebahagiaan
terbesar (greatest happiness principle).
Bagi
Bentham, prinsip kebahagiaan terbesar secara singkat terjadi jika :
“An action
is right from an ethnical point of view if and only if the sum total of
utilities produced by the act is greater than tha sum of total utilities
produced by nay other act the agent could have performed in its place”.
Apa-apa
“yang baik” merupakan kesenangan buruk” adalah rasa sakit. Tindakan “yang baik”
secara etika mengacu pada kebijakan dan kebahagiaan, sedangkan “yang
menghasilkan kebahagiaan terbesar.
Bentham
berkeinginan untuk mencari kesamaan mendasar guna mampu memberikan landasan
objektif atas semua norma yang berlaku secara umum serta yang daopat dietrima
oleh masyarakat luas. Caranya ialah dengan menimbang segi-segi manfaat
dibandingkan dengan kerugian setiap tindakan.
Tokoh lain
dari aliran utulitarianesme adalah John Stuart Mill (1806-1973), seorang
pengikut sekaligus pewaris yang meneruskan pemikiran Bentham. Tema sentral dari
pemikiran Mill ialah, bahwa tugas utama seseorang adalah untuk tidak
menimbulkan derita bagi sesama manusia.
Mill
menyatakan, bahwa akumulasi asset perlu diikuti oleh distribusi asset pula demi
kebaikan masyarakat. Jika diperlukan, distribusi asset dapat dipaksakan oleh
masyarakat melalui penggunaan pajak, atau penyitaan asset sekalipun. Hanya Mill
tidak menerangkan hubungan antara distribusi dengan produksi, khususnya
alat-alat produksi, yang kemudian dikembangkan oleh Karl Marx. Terlepas dari
kekurangan ataupun kekeliruannya, Mill merupakan pemikir yang secara tegas
meghubungkan (dalam Principles) utilitarianisme.
Apabila
aliran utilitarianisme hedonis menitikberatkan ajaran mereka pada kesenangan
dan kebahagian perorangan sebagai tolak ukur, maka aliran utilitarianesme
Bentham, Mill dan kemudian Henry Sidgwick (1838-1900), menggeluti pemikiran
mereka tentang Kebahagian individu?. Mereka berpendapat bahwa merupakan tugas
individu, atau perorangan, untuk meningkatkan kebahagian masyarakat secara
universal, bukan hanya kebahagian perorangan saja.
Prinsip
utilitarianisme pun dapat menjelaskan mengapa perbuatan seperti membunuh,
berdusta, selingkuh dianggap secara moral adalah salah, sedang beberapa
tindakan lain seperti berterus-terang, kesetiaan, tepat janji merupakan hal-hal
yang benar. Jika orang berdusta ia merugikan masyarakat karena menebarkan rasa
saling tidak percaya diantara masyarakat sedangkan jika ia berbuat benar maka
terciptalah iklim saling percaya, saling membantu yang mampu memperbaiki
kualitas hidup manusia dalam sebuah masyarakat yang tertib serta rapih.
Utilitarianisme
sangat berperan dalam Ilmu ekonomi dan bisnis, sejak awal abad ke XIX, banyak
pakar ekonomi berpendapat perilaku ekonomi dapat dijelaskan melalui asumsi,
bahwa manusia senantiasa berusaha untuk memaksimalkan manfaat dirinya sendiri
maupun kinerjanya, sedangkan nilai manfaat diukur dari harga yang diperoleh.
Prinsip
Utilitarianisme juga sangat cocok dengan konsep yang sering terjadi dalam
tujuan bisnis yaitu efisiensi. Efisiensi terjadi jika maksimalisasi produksi
dapat dicapai lewat pemanfaatan sumber daya yang ada tanpa memerlukan
penambahan asset apapun. Kegiatan dinilai efisien apabila hasilnya sesuai
dengan yang telah direncanakan dengan mengunakan sumber daya yang ada seminimal
mungkin. Dengan menggunakan semboyan kelompok utilitarianisme, efisiensi
merupakan hasil berupa manfaat (benefit) yang sebesar-besarnya dengan
menggunakan cost yang serendah-rendahannya, seperti yang dijabarkan oleh ilmu
ekonomi secara umum.
3. Nilai
Positif Etika Utilitarianisme
Maksud Asas
Manfaat atau Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh setiap orang
untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau kenikmatan terbesar yang
diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin orang atau untuk masyarakat
seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan utilitarian, tujuan akhir
manusia, mestilah juga merupakan ukuran moralitas. Dari sini, muncul ungkapan
‘tujuan menghalalkan cara’. Nilai Positif Etika Utilitarianisme antara lain :
• Pertama,
Rasionalitas.
Prinsip
moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan
kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika
utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional.
• Kedua,
Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
Tidak ada
paksaan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui
alasannya.
• Ketiga,
Universalitas.
Mengutamakan
manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan
dinilai bermoral apabila tindakan tersebut memberi manfaat terbesar bagi banyak
orang.
4. Utilitarianisme
Sebagai Proses dan standar Penilaian
1. sebuah
penilaian mengenai kesejahteraan manusia, atau utiliti, dan
2. sebuah
petunjuk untuk memaksimalkan kesejahteraan (utiliti), yang didefinisikan
sebagai, memberikan bobot yang sama pada kesejahteraan orang per-orang.
5. Analisa
keuntungan dan kerugian
Utilitarianisme
mengatakan bahwa tindakan yang benar adalah yang memaksimalkan utiliti, yaitu
memuaskan preferensi yang berpengetahuan sebanyak mungkin.
Dalam
pandangan kaum utilitarian-aturan, perilaku tak adil dalam mendeskriminasi
kelompok-kelompok minoritas menyebabkan meningkatnya ketakutan pihak lain
dengan mengalami aturan yang mengijinkan diskriminasi.
Keuntungan
dan kerugian, cost and benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada
keuntungan dan kerugian perusahaan. Analisis keuntungan dan kerugian tidak
ditempatkan dalam kerangka uang dan untuk jangka panjang.
6. Kelemahan
Etika Utilitarianisme
• Manfaat
merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan
menimbulkan kesulitan yamg tidak sedikit.
• Tidak
pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya
memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
• Tidak
pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
• Variabel
yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
• Seandainya
ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada
kesulitan dalam menentukan prioritas di antara ketiganya.
Contoh
Perusahaan dengan utilitarianisme
PT Freeport Indonesia (PTFI)
merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc..
PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang
mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di
Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan konsentrat yang
mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan
jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu perusahaan internasional atau
transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di
berbagai negara maju dan berkembang.
Contoh kasus pelanggaran etika yang
dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :
Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut
disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada
operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui
mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk
level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal,
bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini,
perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak
tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun
tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah
rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa
kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai
itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai
tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport
(Davis, G.F., et.al., 2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah
barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi
dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di
kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi
kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational
company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari
AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan
pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme
satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar
produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam
hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas
malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk
menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan
memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata
sia-sia
Berkali-kali perjanjian kontrak
karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor
4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah
kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI
benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan
Freeport untuk negara Amerika, bukanIndonesia.
Justru negara ini tampak dibodohi
luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan
mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa
langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value
di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal
Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru
didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada
Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja
asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan
terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak
imigrasi.
Kasus PT. Freeport Indonesia
ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :
Teori etika utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis
yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal
ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk
mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk Negara Amerika.
Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak
merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang
logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua
manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran
demokratis. Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana
kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima
tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT
Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di
dunia.
Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis.
Dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga
telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin
penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak,
dan konon uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport
(Davis, G.F., et.al., 2006).
Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia,
dalam hal ini kususnya pihak terkait
menteri ESDM, Untuk melakukan negosiasi atau pertemuan terkait masalah ini
kepada pihat internal dari PT.Freeport itu sendiri. Bahwasanya, ada aturan dan
undang-undang yang harus ditaati dan dipatuhi oleh PT.Freeport terhadap hukum
yang berlaku di Indonesia. Penggunaan SDA secara monopoli lebih sangat
menguntungkan negara asal PT.Freeport itu sendiri yaitu Amerika Serikat,
ketimbang kita negara Indonesia sebagai objek dari penghasilan mereka. Karena
penggunaan SDA yang secara berlebihan khususnya SDA di tanah Papua ini yang
digarap oleh PT.Freeport itu sendiri merupakan SDA yang tidak dapat
diperbaharui, jadi harus ada batasan-batasannya agar tidak terjadi kelangkaan
atau kepunahan. Dan juga masalah SDM atau tenaga kerja yang ada di dalam
PT.Freeport harus lebih diperhatikan, karena hampir lebih dari setengahnya
adalah masyarakat penduduk pribumi (Indonesia) agar mereka mendapatkan hak yang
sama atas segenap tanggungan yang mereka emban dan apa yang telah mereka
lakukan demi perusahaan tersebut. Realisasi terhadap perbaikan itu semua yaitu
dengan memperhatikan upah atau pesangon yang diterima oleh tenaga kerja apakah
sesuai atau memenuhi standar untuk perusahaan
tambang asing terbesar di Indonesia ini.
Harus ada keselarasan dan keserasian antar kedua belah pihak sehingga
tidak ada yang merasa dirugikan dalam kerjasama ini, karena kita tahu bahwa
PT.Freeport adalah salah satu penghasil devisa terbesar negara Indonesia.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar